Shalat Mencegah Korupsi dan Suap

Posted on 27 Juni 2011

0


Oleh Nur Islam

Setelah Isra Mikraj, umat Islam diwajibkan untuk menegakkan salat lima waktu, lima kali dalam sehari semalam. Selain salat wajib (subuh, zuhur, asar, magrib, dan isya), umat Islam sangat dianjurkan (disunahkan) untuk melaksanakan salat sunah, antara lain salat rawatib, duha, istikarah, salat gerhana matahari dan atau bulan, salat idul fitri, idul adha, dan salat tahajud.

Mengapa Allah swt. memerintahkan umat Islam untuk salat. Allah Maha Mengetahui akan kebutuhan umat manusia. Untuk menyuburkan tanaman, Allah menurunkan hujan, untuk menjaga keseimbangan bumi, Allah membuat gunung sebagai pasaknya. Dan masih banyak contoh lainnya.

Artinya, apa yang diciptakan oleh Allah termasuk perintah menegakkan salat pasti bermanfaat bagi umat manusia. Namun umat manusia, termasuk umat Islam, agak malas untuk menggunakan akalnya secara maksimal dalam menadabur segala macam bentuk ciptaan-Nya.

Banyak hikmah atau maksud (baik secara vertikal maupun horizontal/hablumminallah dan hablumminannas) yang terkandung di balik perintah salat tersebut. Salah satu maksud Allah memerintahkan umat Islam untuk menegakkan salat ialah mencegah perbuatan keji dan mungkar (Q.S. Al Ankabut: 45).

Mengapa untuk mencegah perbuatan keji dan mungkar, Allah mewajibkan umat Islam untuk menegakkan salat. Apa hubungannya salat dengan perbuatan keji dan mungkar. Apa saja bentuk perbuatan keji dan mungkar itu? Perbuatan keji dan mungkar merupakan perbuatan atau perilaku yang paling dibenci Allah swt. dan Nabi Muhammad saw. karena dampak yang ditimbulkan pasti lebih banyak mudaratnya, menimbulkan ketidakadilan dan dampak negatif lainnya.

Pada dasarnya orang yang korupsi dan menyuap jiwanya kotor. Ketika jiwanya kotor itulah sadar atau tidak sadar muncul virus ganas berupa korupsi dan suap. Bila jiwanya kotor, mata hati sudah terkunci untuk mendapatkan cahaya Ilahi, dinul Islam. Kini korupsi dan suap dianggap wajar dan seolah-oleh “wajib”, meskipun itu awal dari kehancuran karena merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat dan negara.

Sumber korupsi, nepotisme dan lainnya (suap), kata budayawan dan Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah, K.H. A. Mustafa Bisri (dalam Korupsi di Negeri Kaum Beragama, 2004), tidak lain adalah disebabkan dunyo (dunia), terlalu cinta kepada dunia secara berlebihan hubbu al-dunya roksu kulli khotiatin (cinta dunia pangkal segala malapetaka).

Untuk membersihkan jiwa yang kotor karena korupsi, suap atau lainnya, salah satu strategi jitu adalah menegakkan salat. Firman Allah dalam Surat Al A’la ayat 14-15: Sesunguhnya beruntunglah orang-orang yang membersihkan dirinya (dengan beriman), dan ingatlah nama Tuhannya, lalu dia salat. Dalam salat, kita selalu diingatkan: Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Q.S. Al Qalam: 162).

Agar lebih mujarab lagi dalam membersihkan hati, jiwa yang kotor, dan meningkatkan kualitas keimanan, akidah serta semangat ber-Islam, obatnya adalah salat tahajud. Manfaat salat tahajud telah dibuktikan para sahabat Nabi Muhammad dan orang-orang yang saleh lainnya, yakni mampu membersihkan jiwa yang kotor dan membentuk pribadi yang unggul.
Jiwa yang bersih hasil didikan salat, mau korupsi, suap, kita segera ingat bahwa salatku, ibadahku, hidup dan mati hanya untuk Allah, bukan untuk korupsi, bukan untuk suap. Setiap deyutan jantung kita, napas kita, harus ingat dan mengamalkan ayat ini, insya Allah kita dihindarkan dari perbuatan zalim.

Kita juga harus ingat, setiap kita membaca Surat Al Fatihah, kita berdoa agar terhindar dari perbuatan zalim. Korupsi dan suap termasuk perbuatan zalim. Bila kita konsisten, dan harus konsisten dengan tujuan salat yang benar, insya Allah kita dapat mencegah korupsi dan suap. Memang berat dan perlu proses. Ada kemauan, ada jalan.

Kalau selama ini kita shalat tapi korupsi jalan terus, kita salat tapi suap jojong, perlu kita koreksi diri, apakah salat kita telah bermakna atau menghasilkan yang positif, setidaknya mencegah perbuatan keji dan mungkar (korupsi dan suap, misalnya).

Antara teori dan praktek semestinya sejalan. Salat mencegah perbuatan keji dan mungkar adalah teori atau rumus yang wajib kita buktikan. Mengapa kita salat tidak menghasilkan atau belum dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar, boleh jadi salat yang kita kerjakan hanya berdasarkan atau sekadar “melepaskan kewajiban,” asal memenuhi syarat dan rukunnya saja. Dengan kata lain, salat yang kita lakukan masih secara struktural, belum fungsional. Salat yang baik, tidak cukup sekadar syarat dan rukun, harus menghasilkan nilai-nilai positif lainnya, yang bermanfaat bagi manusia dan alam semesta.

Apalagi pengaruh liberalisme yang memisahkan agama dengan kehidupan dunia, termasuk negara. Agama hanya ritual dan “hidupnya” di masjid. Salat dianggap hanya persoalan privasi individual dengan Tuhan. Orang liberal perpendapat: salat tidak ada hubungannya dengan korupsi dan suap. Oleh karena itu, selesai salat, korupsi dan suap juga dikerjakan, naudzubillahi mindzalik.

Marilah salat kita, kita jadikan sebagai obat paling mujarab atau strategi jitu untuk mencegah korupsi dan suap. Kita berdoa, semoga salat kita tidak sekadar melepaskan kewajiban, berkutat pada rukun dan syarat, lebih dari itu dapat kita buktikan bahwa salat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana telah dijanjikan Allah. Salat yang baik akan menghasilkan pribadi yang unggul, memancarkan kesalehan spiritual yang kuat dan kesalehan sosial, sebagai bukti semakin berkualitasnya hablumninallah kita kepada Allah. Wallahualam bisawab. (Sumber: Lampung Post, 24 Juni 2011)

*)  Pengajar FISIP Universitas Bandar Lampung

http://gagasanhukum.wordpress.com/

Posted in: Ungkapan